Breaking!
Loading...

Marah yang Tidak Terkendali vs Marah yang Bijak

loading...

Assalamualaikum kerabat. Pada tulisan sebelumnya telah dibahas tentang Apa itu Marah Menurut Para Psikolog. Kali ini akn dilanjutkan pembahasan tentang Marah yang Tidak Terkendali vs Marah yang Bijak. Menurut pengakuan beberapa teman diperlakukan tidak nyaman oleh seseorang yang disayang atau orang terdekat lebih sakit rasanya jika dibandingkan oleh orang lain yang relatif tidak mempunyai hubungan kedekatan atau orang asing.

Apalagi jika kita sebagai orang tuanya sendiri, yang mengajarkan bagaimana cara marah kepada mereka, betapa merasa bersalahnya diri kita ini. Di saat yang tak terduga, mungkin kita orang tua akan terkaget-kaget, mengapa mereka menjadi orang yang mudah marah beberapa tahun kemudian. Orang tua seolah merasa tidak pernah mengajarkannya kepada anak mereka, Oh, apa lupa atau tidak menyadarinya?
Padahal, seringnya berperilaku marah tanpa kendali terhadap anak, tanpa disadari sama dengan orang tua mengajarkan bagaimana cara marah kepada anaknya sendiri. Dengan kata lain, mungkin kemarahan kita akan ditiru begitu saja oleh si buah hati kita tercinta. Bunda, dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa emosi marah merupakan suatu anugerah yang diberikan Allah kepada setiap manusia tanpa terkecuali, termasuk para orang tua, bahkan anak sekalipun.

Emosi marah dimiliki dan dipunyai oleh semua makhluk hidup di dunia ini. Jangankan manusia, hewan dan tumbuhan pun memiliki emosi marah. Tidak memandang usia dan jenis kelamin. Tidak terkecuali bayi pun sudah dikaruniai emosi marah. Bayi akan menangis jika merasa tidak nyaman dengan perut lapar atau hausnya.

Inilah beberapa contoh kasus lain yang mungkin pernah dialami atau pernah ada di sekeliling kita.  Seorang Ibu memerintahkan anaknya untuk belajar, tetapi karena anaknya tidak mau mengikuti perintah Ibunya tersebut, sang Ibu marah kepada anaknya sambil merobek buku pelajaran sang anak. Atau kasus seorang suami yang meminta istrinya memasak makanan kesukaan sang suami, tetapi karena istrinya tidak melakukannya sang suami menampar dan menendang sang istri, sambil membanting perlengkapan masak.

Pada kasus lain seorang istri bertengkar dengan suaminya karena cemburu. Dalam pertengkaran tersebut suami melemparkan piring ke arah istrinya, sementara istri melelmpar gelas ke arah suaminya. Bahkan pintu kamar tidur mereka juga ditendang sampai jebol olehnya.

Padahal apa kesalahan buku terhadap orang tua yang marah itu? Mengapa istri yang dimarahi oleh suami tetapi perlengkapan masak yang dibanting? Atau mengapa karena cemburu kepada suami, piring dan gelas harus dilemparkan? Kesalahan apa yang telah dibuat oleh perlengkapan masak, piring dan gelas? Mengapa pintu harus ditendang sampai rusak? Apa salah pintu kepada suami?
Salah satu emosi yang melekat pada setiap manusia adalah marah. Emosi marah adalah luapan kekcewaan, kekesalan, dan kebencian yang kemudian ditumpahkan dengan perasaan, ekspresi, wajah, gerak tubuh, kata-kata dan tindakan. Terjadi sikap marah dapat diakibatkan sakit hati, kekesalan dan rasa kecewa.

Bahkan seorang Rasul pun sebagai pribadi yang mulia pernah marah. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, 'Aku ini manusia biasa, aku bisa sengan sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah'. HR Muslim.

Ketika tak seorang pun di dunia ini yang lahir tanpa sifat marah, artinya marah itu diperbolehkan. Sebab emosi marah merupakan fitrah manusia. Barangkali para Bunda sedikit mengernyitkan dahi karena bingung dengan kalimat itu. Atau mungkin bertanya dalam hati 'Kok marah boleh, sih? katanya di atas tadi marah berdampak tidak baik?'

Mari kita cermati kalimat per kalimat mulai dari atas. Saya mengiringkan kata 'tak terkendali atau tanpa kendali' untuk setiap kata marah yang memberikan dampak buruk. Artinya ada perbedaan antara marah saja dan marah tanpa kendali. Perbedaannya akan dibahas berikut ini.

Saya pribadi memaknai marah adalah sebuah sikap, bukan perilaku. Seperti kita ketahui bahwa sikap bukanlah perilaku. Sedangkan jika berbicara tentang sikap dan perilaku, tidak dapat lepas begitu saja dari yang dinamakan persepsi. Supaya pembahasan kita mendalam mari kita kupas satu per satu.

Persepsi adalah pandangan seseorang terhadap suatu kondisi, situasi, kejadian dan peristiwa. Persepsi sendiri sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman individu tersebut. Adapun sikap adalah pernyataan seseorang terhadap suatu kondisi, situasi, kejadian atau peristiwa. Adapun perilaku merupakan wujud yang tampak (nyata) dari sebuah sikap. Untuk lebih jelasnya hubungan ketiganya dapat digambarkan seperti berikut.
Dari skema di atas tampak bahwa dari sebuah persepsi dapat menghasilkan sikap yang berbeda dan dari sebuah sikap yang sama bisa jadi menghasilkan perilaku yang berbeda tiap individunya. Perbedaan tersebut sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman masing-masing orang tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ketika marah adalah sebuah sikap perilaku marah dapat berwujud apa pun bergantung pada keputusan masing-masing orang.
Barangkali selama ini Ayah dan Bunda pernah melihat, mendengar dan merasakan bahwa marah adalah mata melotot, suara keras, kata-kata kasar, bentakan, cubitan, pukulan dan bentuk kekerasan lainnya. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa Ayah Bunda saat ini sebagai orang tua dari buah hati bepersepsi bahwa itulah definisi marah. Dengan demikian ketika Ayah Bunda bersikap marah atas suatu perilaku si buah hati, persepsi itu akan terwujud dalam perilaku marah.

Lalu mungkin Ayah Bunda bertanya-tanya, terus bagaimana don harusnya?

Dalam tulisan ini saya berharap secara perlahan dapat dan pasti membahas tentang marah supaya apa yang sudah menjadi kebiasaan kita selama bertahun-tahun itu dapat benar-benar berubah, dimulai dengan memahami makna marah dan akan dilanjutkan dengan tahapan lainnya.

Nah, pada tulisan-tulisan selanjutnya saya akan menggunakan kata marah saja untuk menggambarkan marah menurut Ayah Bunda selama ini dan bukannya marah tanpa kendali seperti beberapa kali saya sebutkan di awal tulisan ini. Maksudnya agar proses perubahan daru mulai persepsi, sikap dan perilaku akan lebih terasa.

Marah secara turun-temurun dipahami sebagai:

1. Suara yang keras
2. Membentak
3. Kalimat yang kasar
4. Mata melotot
5. Kedua tangan di pinggang
6. Cubitan
7. Pukulan

Marah adalah sikap ketidaksepakatan akan sesuatu atau kejadian yang membuat (pelaku marah) tidak nyaman. Mungkinkah marah disampaikan dengan cara yang berbeda?

Ketika anak masih berada pada posisi usia anak-anak (0-12 tahun), mereka mempunyai otoritas yang terbatas sehingga hanya mampu menerima ke-marah-an orang tua. Namun pernahkah terpikir oleh orang tua jika anak bergeser posisi pada usia remaja atau dewasa, apa yang akan terjadi? Pada saat itu, siapakah yang akan marah dan dimarahi?

Baik, demikian artikel kali ini tentang Marah yang Tidak Terkendali vs Marah yang Bijak, ulasan ini akan cukup panjang sehingga saya tidak bisa menuliskan hanya pada satu postingan ini saja, tapi akan saya bagi dan lanjutkan pada postingan berikutnya. Sampai jumpa pada artikel berikutnya. Wassalam.
loading...
Previous
Next Post »
Thanks for your comment