Breaking!
Loading...

Pengertian dan Peranan Fakta

loading...

Assalamualaikum kerabat. Setelah sebelumnya dibahas tentang Pengertian Struktur serta Peranan Ilmu, pada artikel kali ini akan dibahas tentang Pengertian dan Peranan Fakta. Dalam mendefinisikan fakta sebenarnya tidaklah semudah sepeti yang sering kita bayangkan. Masih terdapat berbagai pendapat dan tafsiran yang cukup melelahkan. Apa sesungguhnya fakta itu?

Menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English (2000: 449-450), yang dimaksud fakta adalah sebagai berikut :
1. Sesuatu yag digunakan untuk mengacu pada situasi tertentu atau khusus.
2. Kualitas atau sifat yang aktual (nyata) atau dibuat atas dasar fakta-fakta. Kenyataan; kenyataan fisik atau pengalaman praktis sebagaimana dengan imajinasi, spekulasi atau teori.
3. Sesuatu hal yang dikenal sebagai yang benar-benar ada dan terjadi, terutama yang dapat dibuktikan oleh evidensi (bukti) yang benar atau dinyatakan benar-benar terjadi.
4. Hal yang terjadi dapat dibuktikan oleh hal-hal yang benar, bukan oleh berbagai hal yang telah ditemukan.
5. Suatu penegasan, pernyataan atau indormasi yang berisi atau berarti mengandung sesuatu yang memiliki kenyataan objektif, dalam arti luas adalah sesuatu yang ditampilkan dengan benar atau salah karena memiliki realitas objektif.

Baca Juga : Pembahasan Lengkap Lambang Negara Indonesia Garuda Pancasila

Tentunya tidak semua pernyataan di atas relevan dengan pembahasan kita sekarang ini, oleh karena itu harus kita seleksi. Suatu hal yang menarik dari pernyataan di atas bahwa fakta itu sifatnya khusus ataupun terbatas, tidak bersifat general atau umum yang tidak terbatas. Selain itu menunjukkan auatu sifat yang nyata, yang ditampilkan dengan benar-benar ada, terjadi karena memilik realitas objektif. Dengan begitu hal ini sangat sesuai dengan pernyataan yang disampiakn oleh Bachtiar (1997: 112-113) bahwa fakta adalah abstraksi dari kenyataan yang sudah diamati, yang bersifat terbatas dan bisa diuji kebenarannya secara empiris. 

Fakta pun adalah sebuah building blocks yang dipergunakan untuk mengembangkan suatu konsep (Schuncke, 1988: 19). Begitu pun menurut Helius Sjamsuddin bahwa fakta umumnya erat hubungannya dengan jawaban atas apa, siapa, kapan, di mana dan juga dapat berupa juga benda-benda yang benar-benar ada atau peristiwa apa yang pernah terjadi pada masa lalu (Sjamsuddin, 1996: 5).

Fakta harus dirumuskan atas dasar sistem kerangka berpikir tertentu. Fenomena yang sama dapat menghasilkan fakta yang berbeda apabila kerangka berpikir yang dipergunakan berebeda. Fakta harus merupakan rumusan yang tajam, tertentu, tidak mengandung pertanyaan dan memiliki bukti sendiri (Goode, 1952: 7-8). Oleh karena itu, menurut James A. Banks (1977: 84) Fakta adalah kejadian berbagai hal atau peristiwa tertentu yang pada gilirannya menjadi data mentah atau pengamatan dari ilmuwan-ilmuwan sosial.

Baca Juga : 5 Karakter Makhluk Halus yang Menginspirasi

Sebagai contoh, para sejarawan memperoleh fakta-fakta itu dari sebuah dokumen, inskripsi dan ilimu-ilmu bantu sejarah lainnya, seperti arkeologi, numismatik, epigrafi dan kronologi (Carr, 1985: 9-11) . Di sinilah para sejarawan harus pandai menyeleksi terhadap apa yang dijadikan fakta tersebut. Selanjutnya Carr (1985: 11) dengan mengutip pendapat Pirandello menganalogikan bahwa fact is like it won't stand up till you've put something in it. 'Fakta ibarat karung goni yang baru dapat berdiri tegak ketika diisi sesuatu di dalamnya'. Jika terdapat ungkapan bahwa 'fakta berbicara untuk dirinya sendiri' tentu saja itu tidak benar. Karena bagaimanapun keberadaan fakta itu, kehadirannya atas kehendak sejarawan yang memilihnya dan menganggap relevan dengan kebutuhan penelitian.

Lomas (Seixas, 1994: 281-282) mengemukakan: Seseorang tidak dapat lepas dari arti ide dalam sejarah. Sejarah untuk dapat menjadi penuh arti tergantung pada seleksi dan pada gilirannya tergantung pada penetapan signifikansi kriteria untuk memilih yang lebih relevan dan untuk menolak yang kurang relevan.

Dengan demikian sejarawan yang lebih menentukan untuk berbicara dengan alasan-alasan tertentu untuk menjadikan suatu cerita sejarah, tentang seorang tokoh, peristiwa, benar tidaknya berbuat sesuatu, atas fakta-fakta yang ia seleksi sendiri. Namun tidak berarti sejarawan itu menjadi diktator dan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran. Sebab kesadaran tentang lukisan masa lalu itu bukanlah merupakan wacana intelektual yang bebas, tetapi dalam keterbatasan faktual yang partikular itu pun dapat mengembangkan kebebasan apresiasi dan kreativitas sejarah kritis, reflekif dan inspiratif (Supardan, 2000: 69).

Bukan keterangan sejarah (historical explanations) yang ideologis tanpa pertanggungjawaban yang rasional. Sebaliknya yang kita ingin usahakan adalah sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang selalu relevan dengan perkembangan zaman apa pun. Begitupun dalam penjelasan sejarah, sejarawan dan guru sejarah tidaklah terbebas dari isi sumber-sumber dan fakta sejarah yang harus disampaikan. Sebab bagaimanapun seharusnya kebenaran faktual tetap lebih ditentukan oleh kejujuran sejarawan dan kebenaran faktual mengisyaratkan kebenaran teoritis (Cassier, 1970: 192; Supardan, 2000: 72).

Baca Juga : Mengatasi Windows 7 yang Lemot

Hubungan sejarawan maupun ahli-ahli ilmu sosial dengan fakta pada hakikatnya setaraf, atau menurut istilah Carr (1985: 29) ibarat memberi dan menerima, keduanya saling mebutuhkan. Mengingat fakta itu pun memerlukan penafsiran yang lebih lanjut oleh sejarawan maupun ilmu-ilmu sosial lainnya. Sejarawan dan ilmu sosial perlu mengembangkan dan menyuarakan fakta agar dapat bercerita dalam korodor yang memiliki kualitas objektif, namun tidak rigid, tidak mati dan tetap ada artinya. Demikian juga sejarawan dan ilmu sosial lainnya, jika tidak ada fakta maka karya-karyanya tidak berguna dan sia-sia.

Selanjutnya : Pengertian dan Peranan Konsep
loading...
Previous
Next Post »
Thanks for your comment