Breaking!
Loading...

Dibaca (Hanya) Saat Sedang Santai

loading...

Assalamualaikum, selamat pagi kerabat. Semoga kita semua selalu diberikan keberkahan - amiin. Gak banyak yang ingin saya sampaikan pagi ini, cuma sekedar ingin memberi indikasi kalau blog ini masih berjalan dan tetap eksis. Tapi mungkin belakangan ini agak jarang mempublish artikel karena faktor-faktor tertentu, diantaranya ketidak-Mainstream-an blog ini, di saat banyak orang rajin bicara tanpa subtansi yang jelas, kami lebih memilih diam. Pun sebaliknya, saat kami bilang tidak ingin banyak bicara kami kadang malah banyak bicara. Itu salah satu sebab lain mengapa ANTI-MAINSTREAM kami pilih sebagai judul blog, karena tidak terikat pada hegemoni semu semata.
Kami hanya ingin menyapa kerabat sebangsa dan setanah air, selamat pagi (kalau sedang pagi)  selamat siang (kalau sedang siang)  selamat sore (kalau sore) selamat malam (kalau malam) , Ibu dan Bapak Guru, para tukang ojek, supir angkutan umum, penjual sayuran, penjual buahan, para pengangguran, anak muda penerus bangsa dan juga tokoh-tokoh bangsa. Semoga hari ini semangat kita semua bertambah 100 x lipat dalam menjalankan urusan masing-masing, MESKI, keadaan ekonomi Indonesia (katanya) sedang melambat.

Masih ingat tanggapan para Mentri terkait bidang ekonomi beberapa pekan ini tentang polemik bangsa yang sedang dihadapi? Ada Mentri yang mengatakan harga daging ayam naik karena pedagang ayam pulang kampung, eits ini bukan lelucon, mungkin ini teori mencairkan suasana. Mungkin juga ini ada benarnya, ya mungkin kita harus pasrahkan kebenarannya pada Tuhan. Hmm, dengar kalimat "pasrahkan pada Tuhan", kami jadi teringat seorang Mentri yang menyatakan bahwa, urusan ekonomi negara kita tercinta - Indonesia - pasrahkan saja pada Tuhan.

Pada ketawa atau geleng-geleng kepala mendengar perkataan-perkataan beberapa Mentri tadi? Yang ketawa pasti sudah terbiasa menggelengkan kepala sebelumnya, dan yang menggelengkan kepala sudah tak tahu harus tertawa atau diam saja. Kami menyikapinya dengan jalan tengah, karena segala sesuatu mengandung hikmah baik itu mengikat secara langsung ataupun tidak langsung. Kami menganggap para Mentri sangat bijaksana dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan masyarakat seputar perekonomian Indonesia yang lesu.

Bagaimana tidak, para Mentri tadi menjawab yang tidak mereka ketahui, dengan kata lain bukan karena mereka tidak mengerti masalah ekonomi yang sekarang tengah terjadi, namun, mereka benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi untuk terus menjawab pertanyaan-pertanyaan rakyat. Sementara di sisi lain, mereka sudah bekerja dengan maksimal dan mereka tidak digaji untuk terus berspekulasi menyampaikan pendapat mereka sendiri tentang mekanisme pasar. Maka mereka menjawab dengan bahasa-bahasa yang terdefinisikan seperti meremehkan keadaan.

Bagaimana bisa kita berpendapat bahwa para Mentri meremehkan kondisi ekonomi saat ini? Itu sama saja dengan mereka meremehkan kehendak Tuhan. Wait, wait, sebegitu TABU-kah kata Tuhan (bahkan hanya untuk menuliskan-Nya) begitukah? Mereka (Mentri) sengaja berkata seperti itu karena mereka ingin memberitahu pada kita, yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa anak muda zaman sekarang kurang lebih seperti ini, "Udah deh jangan nanya mulu, lu gak tau gua juga kerja. kalo lu terus-terusan nanya, terus-terusan menghujat kinerja Mentri, kapan gua fokusnya? Bayangin otak kita (mentri) bisa melepuh, mikirin ekonomi, kerja juga, dicaci juga. Biarin besok gua jawab ngasal biar gak terus-terusan ditanya." Sambil berharap setelah pernyataan tersebut, rakyatnya bisa diam dan mendukung bukan bertanya dan menghujat.
Sungguh bisa dibenarkan perkataan yang mengatakan masalah ekonomi kita pasrahkan saja pada Tuhan. Si Mentri bilang begitu bukan berarti dia gak kerja atau menyerah, sebaliknya doi sadar ada yang maha berkehendak. Buat apa kerja, lari sana-sini, lobi kesana-kemari, ngoceh kesana-kesini kalau tidak ada pertolongan dari Tuhan. Kalau sudah sadar bahwa ada kekuasaan di atas kekuasaan, maka sesungguhnya orang itu patut diapresiasi lebih. Bukan berarti juga kami membela sebelah pihak, tapi bukannya lebih baik kita mendukung, mendoakan dan membiarkan mereka fokus bekerja. Urusan hasil kinerja kita nilai belakangan. Bertanya mengenai perkembangan naik atau turun ya sewajarnya saja, tidak usah seperti ingin membelokan pemikiran rakyat untuk tidak mempercayai adanya KEHENDAK DI ATAS KEHENDAK. 
Tugas kita sekarang, tetaplah berpegang pada peranan masing-masing serta saling mendukung demi tercapinya kestabilan bukan cuma di bidang ekonomi melainkan disegala bidang yang kita ingin-i. Ibu dan Bapak Guru tetaplah fokus mendidik generasi penerus berprestasi, para tukang ojek fokuslah pada keselamatan penumpang, supir angkutan umum tertiblah pada peraturan, penjual sayuran dan buahan tingkatkan kualitas dagangan, para pengangguran menganggurlah tanpa berbuat kejahatan, anak muda penerus bangsa rajinlah mempelajari kondisi lebih dalam lagi, dan juga tokoh-tokoh bangsa tetaplah berpayung pada pancasila.
Terakhir, sebelum kami menutup artikel "tidak wajar" ini, kami ingin menyampaikan bahwa revolusi mental yang sebenarnya adalah beralih dari slogan "Work Hard, Play Hard" menjadi "Work Hard, Pray Hard". Main boleh tapi sekedar liburan atau hiburan saja bukan menggugurkan kewajiban layaknya ibadah.
So, that's all. Terimakasih sudah berkenan untuk membaca artikel kami, semoga selalu ada hikmah yang bisa kita ambil dari semua fenomena yang terjadi di kehidupan ini - amiin, Wassalamulaikum.
loading...
Previous
Next Post »
Thanks for your comment