Breaking!
Loading...

Pelarian Sudah Semakin Jauh, Lelahlah Kamu!

loading...

Assalamualaikum kerabat. Well, setelah hampir 2 bulan saya tidak menulis artikel akhirnya saya nongol lagi. Saya ada masalah koneksi antara otak kanan dengan otak kiri. Ya, saya tahu beberapa dari kamu tidak menginginkan saya kembali, karena sebagian telah mengetahui bahwa saya akan berusaha menyindir sekelompok manusia melalui tulisan-tulisan saya.

Tapi mari kita bicara tentang fakta, saya benci dengan perkembangan zaman saat ini, segala sesuatu dengan sangat mudah terangkat dan BOOM! Padahal, apakah kita tahu kebenaran di balik hal yang sedang trend tersebut? Dan seberapa jauh trend tersebut menggerakan cara pandang kita terhadap kehidupan kita? Sayangnya tidak semua berpikir seperti itu, ironisnya lagi pemikiran seperti itu dianggap jadul alias ketinggalan zaman.
Hey, come on buddy, think more critically!
Kemana kamu berlari saat kamu sedang bingung? Kemana kamu lari saat kamu sedang bosan?
Seperti yang sudah sama-sama kita ketahui, gaya yang saat ini sedang sangat digandrungi adalah mendaki gunung, traveler, backpacker, dan sebangsanya. Jika dulu orang-orang pergi ke tempat-tempat seperti gambar di atas bertujuan untuk refreshing atau menyegarkan pikiran setelah berbulan-bulan berkutat dengan segudang pekerjaan, maka yang terjadi saat ini pergi menuju destinasi wisata atau menyambangi keindahan alam sering disebut sebagai pelarian. Benarkah begitu? Lari dari apa? Tanyakan pada mereka yang berlari.

Mereka akan beralasan bahwa yang mereka lakukan adalah bentuk rasa takjub mereka terhadap lukisan Tuhan. Wujud rasa syukur mereka pada Tuhan yang telah memberi mereka segalanya. Tapi pastikan dulu apakah mereka dalam keadaan sadar saat menyatakan alasan tersebut. Dengan kata lain apakah mereka benar-benar mengingat Tuhan mereka saat mereka mendaki? Apakah mereka benar-benar mengingat Tuhan mereka saat mereka berenang? Apakah mereka benar-benar mengingat Tuhan mereka saat mereka mengabadikan gambar? Jika tujuan kita pergi ke tempat-tempat tersebut untuk bertafakur dan memuji kebesaran Tuhan, tentu tidak ada salahnya. Jika pergi ke tempat-tempat tersebut tanpa lupa menghadap pembuat keindahan tempat tersebut, itu sangat tidak salah.

Akan tetapi sangat disayangkan bahwa saya akan mengatakan jika generasi kita saat ini adalah generasi yang "haus akan perhatian". Bagaimana tidak, sebelum makan saja mereka bukan berdoa tapi malah memotretnya. Itu baru sebagian contoh kecil dari generasi kita yang haus perhatian. Ada pula yang sengaja pergi ke puncak gunung atau ke laut hanya untuk menunjukan rasa cintanya kepada sang kekasih. What the hell is wrong with your fucking mind!!


Kembali ke sindiran, jujur saja saya menemukan diri saya berada di tepi jurang ketika akan menulis artikel ini, tapi saya memberanikan diri demi terciptanya sebuah perubahan. Saya  menemukan makna ANTI-MAINSTREAM yang sesungguhnya. Sebelumnya saya sudah pernah berpergian dan berlagak layaknya petualang sejati. Tapi belum sampai kecanduan menikmati keindahan alam, saya mendapatkan pelajaran yang mungkin belum didapatkan petualang yang lain. Kamu, para backpacker atau pendaki atau penyuka ke eksotisan alam, ini pertanyaan untuk kamu.
Apakah kamu pernah mendengar istilah belajarlah dari alam?
Aku ingin mengetahui apa yang kamu pelajari dari alam.

Kamu berdalih bahwa gunung dan laut adalah pelarianmu dari segala jenis ketidakadilan yang menimpamu. Kamu pasti menyadari setelah pulang dari pelarian tersebut kamu akan berperan kembali dalam film Tuhan. Tak lama kemudian kamu akan berpikir kembali tentang kepenatan dalam hidup. Beberapa hari berikutnya kamu akan memutuskan untuk berlari lagi menghilangkan kejenuhan. Lalu pulang ke rumah dan menghadapi setumpuk persoalan. Besoknya berlari kembali, pulang lagi ke rumah, kemudian berlari lagi, pulang, lari lagi. Begitu seterusnya. Stop it! Here! What i call learning from nature.
Alih-alih melarikan diri pasca menjalani kesibukan duniawi, kita malah berlari menjauhi pelarian yang hakiki.
lihat screenshot saya di bawah ini!

Kamu suka cara yang sensasional? Benarkah? Bacalah! Ubah gunung-gunung itu menjadi Tuhan. Ubah laut-laut itu menjadi Tuhan.

Maka screenshotnya akan berubah juga seperti berikut ini!


Mari kita buat analogi. Seperti game atau mainan, jika sistem di dalamnya rusak, kemana kita akan membetulkannya? Yup, tepat sekali, datangi pembuat mainan tersebut, atau mengirim email ke perancang game. Begitu juga dengan hidup, ketika hati dalam keadaan tidak sehat, pun dengan pikiran yang sedang cacat, kemana harusnya kita pergi membenahi diri? Emm, saya akan gunakan kata pelarian supaya lebih mudah dicerna. Ketika hati dalam keadaan tidak sehat, pun dengan pikiran yang sedang cacat, kemana harusnya kita pergi melarikan diri? Tentu, tidak lain tidak bukan menghadap kepada yang merancang hidup ini. Kirimlah do'a-do'a pada penyelenggara hidup ini. Itulah yang dikatakan pelarian yang hakiki.



Setelah hampir 2 tahun (pakum 1 tahun) saya menjalani bloging dengan judul blog ANTI-MAINSTREAM, baru sekarang saya menyadari makna sebenarnya di balik kata tersebut. Saya sudah lama berada di ruang kosong, hampa tanpa cahaya. Saya melihat ke sekeliling saya, tapi saya sama sekali tidak mendapatkan pencerahan dari siapapun. Tapi hikmah selalu ada pada setiap kejadian yang menimpa. Saya sempat berlari menghindari kepalsuan diri, namun saya tidak menemukan arti sama sekali. Pelarian itu sudah semakin jauh tapi saya mendapatkan diri saya tidak berada dimana-mana. Saya terpojok tidak mampu berbuat sesuatu. Sampai saya dipaksa belajar sendiri, mempelajari seluruh hal di sekitar saya tanpa terkecuali.
Finally, saya menyadari inilah saatnya bergerak ke arah yang berbeda, mengambil jalan yang berlainan, mendaki jalur yang berlawanan. Saya terlalu sombong untuk berada di puncak yang tinggi. Saya terlalu angkuh untuk menjadi ombak yang menerjang karang. Saya putuskan untuk turun gunung, saya ingin menjauhi laut pasang. Saya rindu berlari ke fitrah yang sejati. Berlari menuju jalan yang diridhoi. Itulah makna ANTI-MAINSTREAM yang saya temukan dalam pencarian. Jalan yang berbeda yang saya pilih. Dan kelak jika saya balik lagi ke puncak tertinggi, saya ingin mengingat Ilahi di setiap detik saya mendaki. Jika suatu hari saya pergi menginjakan kaki di lautan  saya ingin tetap mengingat Ilahi dalam setiap jejak kaki - Amiin. 
Conclusion:
Bukan cuma mereka yang gemar bercumbu dengan alam yang berpetualang. Mereka yang tidak berlarian ke hutan juga menjalani hidup - ini juga merupakan petualangan. Mereka yang tidak berpergian ke alam liar juga bisa jadi mencari pelarian kepada selain Tuhan. Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyindir siapapun, gerakan seperti ini bisa saja muncul dengan sendirinya dalam otak siapa saja. Dengan tulisan ini saya katakan kamu tidak sendirian! Saya dan orang-orang yang berpikiran sama, menunggumu membuktikan bahwa kamu bukan cuma seorang petualang tapi juga pemikir sejati.
Waktu dapat merubahmu tapi waktu tak bisa menunggumu berubah.
Salam hormat, Wassalamualaikum wa rahmatullah.
loading...
Previous
Next Post »
Thanks for your comment