loading...
Assalamualaikum, sobat. Saya kembali lagi dan kali ini saya ingin sedikit membahas maslah politik di Indonesia, lebih spesifiknya lagi mengani korupsi yang seakan tak pernah berhenti menggerogoti bangsa ini - sebenarnya membicarakan korupsi itu riskan sekali. Namun sebelumnya, konon, ada undang-undang di Indonesia yang disebut-sebut sebagai undang-undang paling ketat sejagat - UU tipikor Tahun 99 - karena dibangun atas dasar marah dan dendam terhadap KKN yang kala itu marak terjadi. Pengertian korupsi pada UU ini paling luas sedunia, sangat mudah menetapkan seseorang menjadi tersangka, wow. Saya sudah lihat sendiri, pasal di dalam undang-undang tersebut kurang lebih ada 44-45 pasal. Kita tidak perlu benar-benar korupsi untuk bisa 'dijerat' dengan pasal-pasalnya.
Contoh sederhananya, misalnya ada kepala daerah yang mengelola dana bantuan untuk masyarakat pesisir yang terkena abrasi pantai, namun, sebelum dana itu tersalurkan tiba-tiba terjadi banjir bandang. Karena situasinya lebih darurat, sang kepala daerah mengalihkan dana untuk rakyat pesisir pantai yang terkena abrasi tadi, untuk menangani korban banjir bandang. Dengan pasal super ketat seperti UU tipikor, si kepala daerah tadi sangat bisa terjerat dan dinyatakan sebagai tersangka korupsi.
Ratusan penyelenggara negara menjadi korban UU tipikor, termasuk kasus yang membelit mantan Menkum HAM, Deny Indrayana. Deny dianggap melakukan tindak korupsi karena dana pembayaran paspor yang mengendap, entah bagaimana menjelaskannya, hanya karena Deny membuat terobosan dalam hal pengurusan paspor, untuk membuat paspor lebih cepat, mudah dan memberantas pencaloan, maka Deny pada saat itu berinisiatif untuk membuat pembayaran atau pengurusan pembuatan paspor menggunakan sistem online.
Masyarakat hanya diminta membayar 5 ribu perak untuk membayar jasa penyedia sistem jaringan online, namun sekali lagi entah bagaimana menjelaskannya, dana pembayaran mengendap di bank beberapa hari, Deny Indrayana pun ditetapkan menjadi tersangka. Sebelumnya, pembayaran pembuatan paspor dilakukan secara langsung di kantor imigrasi, pembayarannya dengan sistem manual yang tidak jarang membuat antrian panjang sampai berjam-jam untuk membayara, di sisi lain hal seperti ini menjadi rentan terhadap kasus pencaloan.
Apakah aparat peduli akan manfaat yang dirasakan masyarakat? Kenyataannya tidak. Aparat hanya melihat pasal-pasal UU tipikor, yang menganggap bahwa terobosan Deny Indrayan termasuk dalam tindak pidana korupsi. Terobosan Deny dianggap tidak ada dasar hukumnya, menyalahi kewenangan dan merugikan negara. Yang sedang heboh dibicarakan belakangan ini adalah kasus Dahlan Iskan yang dijadikan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Negri DKI Jakarta.
Saya tidak pernah membayangkan bahwa Dahlan Iskan menerima suap, gratifikasi, konkalikong atau apalah itu namanya saya kurang mengerti, namun sebelas duabelas dengan Deny, Dahlan Iskan hanya mambuat kebijakan membangun gardu induk pln untuk mengatasi krisi listrik kala itu. Tapi, pembangunan gardu induk itu hingga kini terbengkalai pelaksanaannya, saya tidak tahu apakah itu karena kendala pembebasan lahan, tidak ada anggaran atau kontraktor nakal - cuma orang-orang sana yang mengerti.
Proyek itu sendiri dimulai pada tahun 2011 dan harusnya rampung pada tahun 2013. Dahlan Iskan berhenti menjadi Dirut PLN di ujung tahun 2011 karena diangkat menjadi mentri BUMN oleh pemerintahan di masa Presiden SBY. Dia hanya membuat kebijakan dan menandatangani persetujuan dimulainya proyek pembangunan gardu induk tersebut, tidak sempat mengawa proyek pembangunan gardu induk PLN itu secara langsung sampai dengan selessai.
Dari kasus Dahlan Iskan ini saya berimajinasi bahwa, betapa bahayanya situasi yang dihadapi seorang pejabat. Misalnya seorang kepala daerah membuat satu proyek. Sebelum proyek itu selesai masa jabatannya lebih dahulu berakhir. Syukur-syukur kalau berhasil lagi memenangi Pilkada, kalau kalah dan penerusnya tidak mau melanjutkan proyek tersebut dengan berbagai alasan, apalagi sengaja tidak dilanjutkan karena intrik politik. Hal ini tentu sangat memprihatinkan.
Nasi telah menjadi bubur. Dahlan Iskan, Deny Indrayana dan pejabat-pejabat baik lainnya telah menjadi tersangka dan terpidana. Mereka juga telah menyatakan bertanggung jawab, tidak akan menyalahkan siapa-siapa. Saya jadi bertanya-tanya, yang katanya digembar-gemborkan korupsi angkutan umum karatan, kira-kira akan seperti apa andaikata saat ini beliau tak menjadi pejabat.
Saya rasa ungkapan politik bahwa "semua lawan semua kawan" jelas terbukti, bagaimana tidak, jika bukan karena kepintaran bermanuver mungkin beberapa ex-pejabat yang saat ini sudah terpilih menjadi pejabat (lagi) dapat dengan mudah dikriminalisasi andai tak pandai memilih kawan. Hal-hal seperti di atas tadi masih sangat mungkin akan terjadi di masa pemerintahan pemimpin saat ini. Ya, begitulah ke-so-tau-an saya, semoga saya tidak dibully pihak manapun ya khokho. Wassalam.
loading...
ConversionConversion EmoticonEmoticon