Breaking!
Loading...

Hiburan Rakyat; Politik Pemerintah.

loading...

Assalamualaikum kerabat. piala Presiden, mendadak mencuat sejak partai semifinal, hingga sampai pada puncaknya tadi malam. Dengan Persib Bandung sebagai kampiunnya. Saya haturkan selamat kepada Persib atas gelar juara yang diraih. Persib dinobatkan sebagai juara usai mengalahkan Sriwijaya FC dengan skor 2-0. Gol Persib dicetak oleh Ahmad Jupriyanto pada menit ke-6 dan Makan Konate pada menit ke-45. Persib berhasil mempertahankan hegemoni sepakbola mereka setelah tahun lalu berhasil menjadi juara liga Indonesia. Juga terimakasih atas sportifitas yang ditunjukan oleh Sriwijaya FC dan suporternya.

Well, di luar hiruk-pikuk selama berlangsungnya piala Presiden yang telah menarik perhatian bukan cuma pecinta sepakbola Indonesia, tapi juga masyarakat pecinta sepakbola luar Indonesia - saya. Eits, jangan dulu bilang kalau saya tidak nasionalis, tadi, sebelum saya menyaksikan penyerahan piala dan hadiah simbolis kepada juara 1 dan 2, saya masih menjadi fans untuk sepakbola Indonesia. Memang tim sepakbola Kota saya tak pernah tenar, itu menjadi salah satu faktor beberapa orang, juga teman-teman saya tidak punya alasan untuk bilang jika saya cinta sepakbola Nasional. Tapi seperti quote saya, "Kamu hanya bisa melihat aku dibalik kulitku", siapapun tidak bisa melihat ke dalam hati saya, termasuk juga soal cinta atau tidaknya saya pada sepakbola tanah air.

Kembali pada kenapa saya berubah pikiran setelah menyaksikan penyerahan piala dan hadiah, supaya nyambung saya akan cerita sedikit untuk yang tidak menyaksikan tayangannya. Saat itu menit 92, flare menyala di setiap sudut stadion. Suporter Persib menyambut dengan antusias kemenangan tim kesayangannya. Seperti biasa, pengawas pertandingan sibuk mengingatkan para suporter untuk tetap tertib dan mematikan kembang api. "Mari sambut kemenangan bagi Persib. Pendukung yang baik tidak menodai kemenangan timnya. Tolong matikan kembang api dan tetap tertib" Kurang lebih begitu kata pengawas pertandingan lewat pengeras suara yang ada di stadion GBK.

Kang Emil, Walikota Bandung yang duduk di sebelah kiri Presiden, memang sudah terlihat lompat-lompatan sejak gol pertama Persib, kembali jejingkrakan saat wasit meniup pluit tanda berakhirnya pertandingan. Persib 2-0 Sriwijaya. Maruarar Sirait poltisi PDI-P punya kesempatan menyampaikan pidatonya, ia berdiri sekitar 20 menit menyampaikan narasinya di atas panggung. Pidatonya cukup panjang, saya lupa mengingatnya. Yang saya ingat beliau bilang, ini adalah hiburan rakyat; mohon maaf jika masih ada kekurangan, kami masih banyak belajar. Dia mengulang kata maaf 1 sampai 2 kali. Efendi Gazali, seorang pengamat politik ternyata juga ikut menyemarakan malam hiburan rakyat tersebut. EG, sapaan akrabnya bertindak sebagai pembawa acara untuk penyerahan gelar, bersama seorang perempuan mungkin itu Choncita Caroline. Susah bagi saya mengenali suara perempuan kalau tidak melihat wajahnya karena mereka selalu mendesah.

Sampai di situ saya mulai berpikir, bola dan politisi berada dalam satu moment, demi Allah saya belum pernah melihatnya di liga Negara manapun. Astagfirullah saya lupa, saya pernah melihatnya, iya di Indonesia. Tak lama terdengar suara langkah yang memecah kebisingan di stadion "Cruk, cruk, cruk, cruk". Semua suara teriakan suporter hilang seketika, kalah dengan suara sepatu yang beradu dengan bumi yang mengeluarkan decitan keras itu. Presiden turun dari singgahsana VIP bersama Gubernur Jakarta, Gubernur Bandung, Walikota Bandung dan Walikota Palembang, serta beberapa orang yang samar-samar kepentingannya. Saya tidak mendengar bagaimana EG menyambut Presiden ke atas penggung, karena pada saat itu Adik saya berkata, "Itu kok mukanya geseng gitu? Efek kamera kali ya." Saya tahu siapa orang-orang yang Adik saya maksud. Tiba-tiba Presiden dan rombongan sudah ada di atas panggung.

Satu hal yang saya tidak lihat dari Presiden tadi malam adalah cengengesannya. Entah karena beliau lelah, BT atau gamang sungguh malam tadi saya sama sekali tidak melihat beliau sumringah mengikuti pesta rakyatnya. Apa hadiah yang totalnya 8 M lebih itu terlalu banyak pak untuk pencitraan yang nilai ratingnya hanya akan berimbas pada  penggemar sepakbola? Tenang saja Pak, ada saya dan kawan-kawan media yang akan mengangkat pencitraan Bapak ini, kalau perlu nanti diangkat ke layar lebar, "Kisah sang penyelamat sepakbola Indonesia" bagus kan judul filmnya pak? Sudah bisa senyum kah Pak mendengar guyonan kami seperti Bapak membuat kami tersenyum dengan dagelan Bapak selama ini? Belum?? Ah, pasti masalah asep ya Pak? Iya, asap maksudnya bukan Asep, pak. Tenang Pak tunggu saja musim hujan. Ekonomi Pak? Loh itu 8 M lebih uang darimana Pak?

Akhirnya Pak, akhirnya saya kenal cara berpolitik Bapak dan partai yang mendukung Bapak. Tapi yang saya sayangkan saya terlambat paham, kenapa baru sekarang saya memahaminya, mungkin orang-orang sudah bisa membaca itu sejak Bapak lewat Menpora menyandera kesenangan berolahraga kami Pak. Bapak lewat tangan Menpora membekukan PSSI, yang sampai tadi malam baru jelas saya pahami maksud dan tujuannya. Sebelum piala Presiden ada juga piala kemerdekaan, tapi kurang WAH karena judulnya tidak entertaining. Mereka gagal bersinar dan bercitra lewat turnamen itu. Saya tidak kenal si citra sebelum Bapak memperkenalkannya pada saya. Dulu Bapak bilang alasan dibekukannya PSSI adalah meracik ulang masalah persepakbolaan Indonesia ini, masalah pembinaan dan sebagainya bla bla bla.

Saya tahu tulisan ini terdengar tendensius, tapi kalau dirunut lagi ke belakang, sangat jelas sekali, atau bahasa gaulnya jelas beut kelesss, bahwa tujuan pembekuan PSSI adalah mengambil nafas, naik sedikit ke atas permukaan untuk kemudian menyelam lagi ke dasar lautan. Ah, bahasanya terlalu rumit, sederhananya, pembekuan PSSI adalah sebagai mood booster dari menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah. Saat ini ekonomi sedang payah, ditambah masalah-masalah di daerah, masalah internal di pemerintah, dan lain-lain. Yang dampaknya sedikit demi sedikit menggerus harapan rakyat pada masa depan bangsa yang lebih baik di tangan pemerintah saat ini. Jangankan masa depan, adakah makanan untuk hari ini? Dimana rasa nikmat makan dengan lauk asap? Apa pengaruhnya paket-paket kebijakan yang berimbas langsung hari ini? Nothing!!!

Kembali ke pokok tulisan, alasan yang bisa menguatkan argumen saya tentang sepakbola sebagai alat pencitraan, adalah raut muka Presiden sendiri, dimana tergambar secara kasat beliau seperti meninggalkan pikirannya entah di suatu tempat mana saat pesta hiburan rakyat tadi malam berlangsung. Memang tidak serta merta menjadi bukti yang kuat, ini opini, tidak butuh alasan yang kuat. Sama halnya dengan menurunkan harga BBM saat menurunnya kepercayaan publik pada pemerintahan. Saya tidak dengar tuh alasan yang kuat mengapa pemerintah secara tiba-tiba menurunkan harga BBM. Tentu penurunan harga BBM tersebut adalah keinginan seluruh rakyat termasuk Bapak saya, rakyat mah senang-senang saja meski dalam hati mereka kenapa tidak dari dulu diturunkannya.

Satu lagi yang membuat saya yakin dengan pendapat saya adalah mana pembinaan pemain yang dijanji-janjikan saat PSSI dibekukan? Mana perbaikan pengawasan pertandingan? Laser dan kembang api masih bisa ikut nonton pertandingan secara gratisan. Selamat kepada Bapak karena telah sedikit sukses mengelabui saya dengan parodi yang Bapak dan kawanan Bapak mainkan. Gelontoran 8 M lebih setidaknya akan menjadi berita hangat yang bertahan selama satu pekan di media Nasional, dan itu sudah cukup mampu mendongkrak kembali rating baik pemerintahan di mata masyarakat. Tapi sayangnya itu semua  sudah kadung membuat saya jadi hilang simpati dengan wajah sepakbola Nasional jika terus berada di bawah kendali pemerintah. Bukan tidak mungkin akan terus dijadikan alat memperbaiki citra pemerintah.

Sekarang Bapak dan pemerintahan Bapak harus bertanggungjawab mengembalikan nafsu dan kecintaan saya pada sepakbola tanah air. Bapak dan gerombolan Bapak, harus membuktikan bahwa pendapat saya ini adalah kesalahan besar dengan cara membangun kembali kompetisi reguler bukan turnamen, dari tingkat umur paling muda sampai senior. Jangan lupa juga pembinaan pemain, dan kembalikan keikutsertaan Timnas pada ajang Internasional, Bapak pasti lebih tahu itu. Dengan begitu jangankan masyarakat sepakbola, seisi indonesia bisa kembali mengingat Bapak sebagai sosok yang populis bukan pupoler. Sekian tulisan yang saya buat secara sadar di bawah pengawasan Umi dan Bapak ini saya publish. Jangan dimaafkan kalau ada salah kata dan silahkan share jika merasa artikel ini tidak berguna. Terimakasih. Wassalam.
loading...
Previous
Next Post »
Thanks for your comment